Banyak Guru PPPK Gugat Cerai Suami, Dosen Ekonomi Ungkap Akar Masalahnya
teknologiotak.com – Fenomena guru PPPK yang mengajukan gugatan cerai terhadap suami makin mencuat ke permukaan dan jadi bahan perbincangan hangat di media sosial. Banyak yang penasaran, apa sebenarnya yang terjadi di balik meningkatnya angka perceraian di kalangan guru, khususnya mereka yang baru saja diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)?
Pakar dari berbagai disiplin ilmu mulai angkat suara, salah satunya dosen ekonomi yang melihat isu ini dari kacamata finansial dan relasi sosial. Banyak pihak terkejut, karena perubahan status pekerjaan ternyata bisa berdampak langsung pada kehidupan rumah tangga, termasuk kestabilan hubungan suami-istri.
Dalam artikel ini, kita akan membahas fenomena ini secara mendalam, mulai dari data yang ada, analisis ahli, hingga dampaknya terhadap dunia pendidikan dan masyarakat luas. Fokus utama kita adalah menjawab pertanyaan besar: mengapa banyak guru PPPK gugat cerai suaminya setelah status ekonominya meningkat?
Fenomena Meningkatnya Gugatan Cerai oleh Guru PPPK
Tren perceraian di kalangan guru PPPK bukan sekadar isapan jempol. Beberapa kantor Pengadilan Agama di berbagai daerah mencatat lonjakan perkara perceraian yang berasal dari kalangan ASN baru, khususnya guru perempuan yang baru diangkat sebagai PPPK.
Peningkatan Jumlah Gugatan Pascapengangkatan
Menurut data dari beberapa kantor Pengadilan Agama di daerah seperti Blora, Kediri, hingga Kalimantan Selatan, perkara perceraian dari istri yang berprofesi sebagai guru melonjak setelah adanya gelombang pengangkatan PPPK. Beberapa di antaranya bahkan mengajukan gugatan hanya beberapa bulan setelah menerima SK.
Ini memunculkan spekulasi bahwa perubahan status pekerjaan—yang biasanya diiringi dengan kestabilan penghasilan dan kenaikan status sosial—bisa menjadi pemicu retaknya rumah tangga.
Motif Gugatan: Dari Kekerasan hingga Ketimpangan Ekonomi
Berbagai alasan menjadi dasar gugatan cerai yang diajukan para guru PPPK. Mulai dari ketidakcocokan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga masalah finansial yang selama ini tertutupi. Banyak guru merasa baru punya keberanian untuk mengakhiri hubungan yang sudah lama tidak sehat setelah mereka merasa mandiri secara finansial.
Dosen sosiologi menyebut ini sebagai gejala “kemandirian ekonomi pascarekrutmen,” yaitu kondisi di mana perempuan yang sebelumnya bergantung mulai berani mengambil keputusan sendiri setelah punya penghasilan tetap.
Media Sosial Memperbesar Sorotan Publik
Tak sedikit kasus ini menjadi viral karena dibagikan oleh akun-akun pengamat sosial di TikTok, X, dan Instagram. Publik pun terbagi dua: ada yang mendukung langkah para guru sebagai bentuk keberdayaan perempuan, tapi ada juga yang menyayangkan jika alasan perceraian hanya berdasarkan aspek ekonomi semata.
Pandangan Dosen Ekonomi: Faktor Finansial Jadi Pemicu Utama
Dr. Nurul Hadi, dosen ekonomi dari salah satu universitas negeri di Yogyakarta, menyebut bahwa akar masalah dari meningkatnya angka perceraian ini tidak lepas dari ketimpangan peran ekonomi dalam rumah tangga. Dalam pandangannya, ada tiga aspek utama yang perlu diperhatikan.
Perubahan Daya Tawar Perempuan dalam Rumah Tangga
Ketika seorang istri, dalam hal ini guru PPPK, sebelumnya tidak bekerja atau hanya menerima gaji kecil dari sekolah swasta atau honorer, maka posisi tawarnya dalam pengambilan keputusan rumah tangga cenderung rendah. Tapi begitu penghasilan meningkat signifikan, daya tawar ini ikut naik.
Hal ini bisa berdampak positif bila disertai komunikasi dan pemahaman bersama. Namun sebaliknya, bisa jadi pemicu konflik bila pihak suami merasa tersaingi atau bahkan bergantung.
Masalah Peran Tradisional yang Tidak Siap Berubah
Dalam rumah tangga tradisional, peran suami sebagai pencari nafkah utama sering dianggap mutlak. Tapi ketika istri mulai punya penghasilan tetap dan bahkan lebih tinggi, konflik bisa muncul dari ketidaksiapan pasangan untuk beradaptasi dengan realitas baru ini. Ego, ekspektasi, dan pola komunikasi menjadi tantangan tersendiri.
Pengaruh Lingkungan Sosial dan Tekanan Gaya Hidup
Selain faktor internal, lingkungan sosial juga berperan besar. Banyak guru PPPK mulai bergaul dengan komunitas baru, mendapat pandangan hidup yang berbeda, dan tidak sedikit yang tergoda untuk mengejar gaya hidup baru. Ini bisa menimbulkan jarak emosional dengan pasangan yang tidak tumbuh dalam kecepatan yang sama.
Perspektif Psikologis: Emansipasi atau Efek Samping Status?
Psikolog keluarga, Irma Hapsari, melihat fenomena ini bukan sebagai hal negatif semata. Ia justru menyebutnya sebagai bagian dari proses emansipasi perempuan dalam sistem sosial yang masih patriarkis. Namun demikian, tetap ada risiko psikologis yang harus dikelola.
Emansipasi Bisa Positif Jika Dibarengi Keseimbangan Emosional
Mandiri secara finansial bukan berarti harus memutuskan hubungan begitu saja. Psikolog menyarankan agar perempuan tetap melibatkan konseling atau mediasi sebelum mengambil keputusan ekstrem seperti perceraian. Karena selain berdampak pada diri sendiri, keputusan itu bisa berimbas pada anak dan keluarga besar.
Risiko Kesepian Pascaperceraian
Perempuan yang menggugat cerai karena merasa lebih kuat secara finansial kadang tidak siap menghadapi fase pascacerai yang penuh kesepian dan beban emosional. Oleh karena itu, support system dari lingkungan kerja dan keluarga sangat dibutuhkan.
Pentingnya Kesiapan Mental di Balik Kesiapan Finansial
Meningkatnya gaji dan status sosial tidak serta-merta membuat seseorang siap secara psikologis untuk mengambil keputusan besar. Maka, kesiapan mental harus jadi bagian dari proses pertimbangan.
Dampak Sosial dan Tantangan Bagi Dunia Pendidikan
Tak bisa dimungkiri, maraknya perceraian di kalangan guru bisa berdampak pada kualitas pendidikan. Guru yang sedang menghadapi masalah rumah tangga biasanya mengalami penurunan fokus dan produktivitas, yang pada akhirnya bisa berdampak pada siswa.
Tekanan Emosional Guru Bisa Menular ke Kelas
Guru yang menghadapi masalah perceraian cenderung membawa beban psikologis ke dalam ruang kelas. Hal ini bisa memengaruhi pendekatan mereka ke siswa, kualitas pembelajaran, bahkan relasi antarguru di lingkungan sekolah.
Stigma Sosial Masih Kuat
Perceraian di Indonesia masih dianggap tabu di sebagian masyarakat. Guru yang bercerai sering kali mendapat tekanan sosial dari rekan kerja atau orang tua murid. Ini memperparah tekanan yang sudah ada dan membuat beberapa guru memilih menyembunyikan status mereka.
Perlu Dukungan dari Dinas Pendidikan dan Stakeholder Terkait
Pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan seharusnya memberikan ruang konsultasi dan pendampingan psikologis kepada para guru, terutama yang menghadapi tekanan rumah tangga. Ini penting untuk menjaga agar kualitas pendidikan tidak terdampak.